Suara dari Dalam
Sebagai mahasiswa yang pernah berharap banyak dari organisasi kampus, saya merasa ada hal-hal yang perlu dibicarakan secara jujur. Organisasi mahasiswa sering disebut sebagai tempat belajar, tempat berkarya, dan ruang untuk berkembang. Tapi di balik semua slogan itu, ada banyak masalah yang, jika dibiarkan, justru merugikan mahasiswa itu sendiri. Tulisan ini adalah suara keresahan—sebuah kritik dari dalam—yang saya harap dapat menjadi bahan refleksi bagi kita semua.
1. Terjebak dalam Formalitas, Melupakan Esensi
Banyak organisasi mahasiswa sibuk mengejar “keren” di atas kertas: rapat yang terlalu formal, laporan panjang tanpa arah, hingga acara besar yang hanya mengejar seremonial. Apa yang sering terlupakan adalah esensi dari organisasi itu sendiri—melayani dan memberikan manfaat bagi anggotanya maupun masyarakat luas.
Apa gunanya proposal tebal jika dampak dari programnya nyaris tidak terasa? Apa artinya rapat berjam-jam jika yang dibahas hanya formalitas tanpa solusi? Organisasi mahasiswa harus mulai bertanya: apakah yang dilakukan benar-benar relevan, atau hanya sekadar memenuhi agenda?
2. Kepemimpinan yang Kadang Kurang Demokratis
Organisasi mahasiswa sering mengagungkan semangat demokrasi, tapi ironisnya, tidak sedikit yang gagal menerapkannya secara internal. Keputusan penting terkadang hanya dibuat oleh segelintir orang di lingkaran atas, tanpa melibatkan anggota lain.
Lebih parah lagi, ada pemimpin yang memandang kritik sebagai ancaman, bukan sebagai masukan. Hal ini menciptakan budaya “asal nurut” di mana anggota lebih memilih diam daripada menyuarakan pendapatnya karena takut dianggap pembangkang. Jika organisasi mahasiswa ingin menjadi contoh demokrasi, mulailah dari dalam.
3. Beban Kerja yang Tidak Merata
Fenomena “aktif hanya di nama” adalah salah satu masalah klasik dalam organisasi mahasiswa. Hanya segelintir orang yang benar-benar bekerja, sementara sisanya muncul sesekali atau hanya saat acara besar. Ini menciptakan ketimpangan beban kerja yang membuat anggota aktif kelelahan dan merasa tidak dihargai.
Organisasi seharusnya menjadi tempat untuk belajar berbagi tanggung jawab, bukan membebankan semuanya pada beberapa orang saja. Tanpa manajemen yang baik, rasa kebersamaan yang seharusnya menjadi inti organisasi akan pudar.
4. Terjebak dalam Kompetisi yang Tidak Sehat
Tidak jarang organisasi mahasiswa saling bersaing untuk menjadi yang paling “terlihat” di kampus. BEM melawan himpunan atau sebaliknya, UKM bersaing dengan UKM lain. Fokusnya bukan lagi pada memberikan dampak, tetapi siapa yang punya acara paling besar atau siapa yang mendapatkan perhatian lebih dari pihak kampus.
Padahal, organisasi mahasiswa seharusnya saling melengkapi, bukan bersaing secara tidak sehat. Jika energi yang digunakan untuk berkompetisi ini dialihkan untuk berkolaborasi, dampaknya pasti akan jauh lebih besar.
5. Mengabaikan Kesejahteraan Anggota
Dalam banyak kasus, anggota organisasi diperlakukan lebih seperti “pekerja” daripada rekan. Mereka dituntut untuk selalu hadir, selalu siap, dan selalu memberikan yang terbaik, tetapi sering kali tanpa memperhatikan kesejahteraan mereka.
Tidak jarang saya mendengar keluhan teman-teman tentang bagaimana organisasi mereka menguras waktu, tenaga, dan pikiran, tanpa ada timbal balik yang sepadan. Sebuah organisasi seharusnya menjadi tempat belajar dan bertumbuh, bukan tempat yang membuat anggotanya merasa tertekan atau kehilangan waktu untuk diri sendiri.
6. Hilangnya Tujuan Awal
Organisasi mahasiswa sering kali dibentuk dengan tujuan yang jelas: melayani mahasiswa, menciptakan perubahan positif, dan memberikan dampak nyata. Namun, seiring waktu, tujuan itu terkadang terlupakan. Organisasi lebih sibuk dengan internalnya sendiri daripada menjawab kebutuhan mahasiswa atau masyarakat.
Saat organisasi lebih peduli pada struktur dibandingkan substansi, maka esensi keberadaannya mulai dipertanyakan. Apa gunanya organisasi jika tidak memberikan manfaat nyata bagi lingkungan sekitarnya?
Harapan untuk Organisasi Mahasiswa
Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, melainkan sebagai bahan refleksi. Organisasi mahasiswa adalah ruang yang penuh potensi. Namun, potensi ini hanya bisa berkembang jika organisasi benar-benar peduli pada anggotanya, memahami tujuannya, dan mau berubah ketika ada hal yang tidak berjalan semestinya.
Mari kembali ke tujuan awal: membangun mahasiswa yang kritis, kreatif, dan peduli. Tinggalkan budaya formalitas tanpa esensi, dominasi yang merugikan, dan kompetisi yang tidak sehat. Organisasi mahasiswa harus menjadi tempat yang inklusif, inspiratif, dan benar-benar memberi dampak.
Sebagai mahasiswa, kita adalah bagian dari perubahan. Kritik ini adalah bentuk cinta, karena saya percaya bahwa organisasi mahasiswa punya peran besar dalam membentuk masa depan. Tapi perubahan itu harus dimulai dari sekarang, dari dalam diri kita sendiri, dan dari bagaimana kita menjalankan organisasi yang seharusnya menjadi kebanggaan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar