Kamis, 02 Januari 2025

Suara Kecil

 Suara Kecil



    Sebagai mahasiswa, kampus seharusnya menjadi tempat yang ideal untuk belajar, bertumbuh, dan mempersiapkan diri menghadapi dunia nyata. Namun, realitas yang saya hadapi setiap hari membuat saya mempertanyakan apakah sistem yang ada benar-benar mendukung hal itu. Banyak hal yang tampaknya tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan semakin lama, rasa frustrasi itu semakin sulit untuk diabaikan.

Tulisan ini bukan untuk menyudutkan, tetapi untuk menggambarkan keresahan saya sebagai mahasiswa yang masih percaya bahwa kampus bisa menjadi tempat yang lebih baik.

1. Birokrasi yang Lambat dan Rumit

Birokrasi kampus adalah salah satu hal yang paling sering dikeluhkan mahasiswa. Proses administrasi seperti pengajuan surat, pengisian KRS, atau pengurusan beasiswa masih terlalu rumit dan memakan waktu.

Saya pernah mendengar keluhan teman-teman yang harus bolak-balik ke bagian administrasi hanya untuk menyelesaikan satu dokumen. Padahal, di era digital seperti sekarang, hal-hal seperti ini seharusnya bisa disederhanakan melalui sistem online yang lebih terintegrasi.

2. Fasilitas Kampus yang Tidak Memadai

Sebagai kampus yang mengusung visi modern dan global, fasilitas di kampus masih belum sepenuhnya mencerminkan visi tersebut. Ruang kelas sering kali terasa kurang nyaman, dengan fasilitas penunjang seperti proyektor atau AC yang terkadang tidak berfungsi optimal.

Laboratorium atau ruang praktik yang seharusnya menjadi tempat mahasiswa memperdalam keterampilan juga belum sepenuhnya memenuhi standar. Sebagai kampus yang berfokus pada logistik dan bisnis, fasilitas teknologi seperti simulasi rantai pasok atau perangkat logistik modern harusnya lebih menjadi prioritas.

3. Kurangnya Transparansi dalam Keuangan Kampus

Sebagai mahasiswa, kami merasa bahwa transparansi keuangan kampus masih jauh dari harapan. Tidak adanya laporan keuangan yang terbuka menimbulkan keresahan tentang bagaimana uang kuliah kami dikelola—apakah benar-benar dialokasikan untuk meningkatkan fasilitas, mendukung kegiatan mahasiswa, atau malah habis untuk kebutuhan seremonial yang tidak dirasakan manfaatnya secara langsung. Ketimpangan ini semakin jelas ketika fasilitas kampus seperti ruang kelas, laboratorium, dan akses teknologi masih tidak memadai, sementara beban administrasi keuangan tetap tinggi. Kegiatan mahasiswa juga sering kali kurang mendapatkan dukungan dana, memaksa kami untuk mencari sponsor atau mengeluarkan biaya pribadi demi menjalankan program yang seharusnya menjadi tanggung jawab kampus. Ironisnya, kampus lebih sibuk membangun citra sebagai institusi modern ketimbang memperbaiki kebutuhan dasar mahasiswa yang menjadi inti keberadaannya. Kami hanya ingin transparansi nyata, laporan keuangan yang terbuka, dan alokasi anggaran yang lebih adil untuk mendukung proses belajar serta pengembangan diri kami. Kritik ini bukanlah upaya untuk menjatuhkan, tetapi panggilan agar kampus berbenah dan menunjukkan bahwa kampus ini benar-benar peduli terhadap mahasiswanya.

4. Minimnya Perhatian terhadap Kesejahteraan Mahasiswa

Di tengah tekanan akademik, mahasiswa juga membutuhkan dukungan dalam aspek kesejahteraan mental dan emosional. Sayangnya, layanan seperti konseling profesional atau program dukungan mental masih jarang terlihat di kampus.

Banyak mahasiswa yang merasa tertekan tetapi tidak tahu harus mengadu ke mana. Padahal, kampus seharusnya menjadi tempat yang mendukung mahasiswa, bukan hanya dalam aspek akademik tetapi juga kehidupan mereka secara keseluruhan.

5. Fokus pada Citra, Bukan Substansi

Salah satu hal yang cukup membuat saya gelisah adalah kecenderungan kampus untuk lebih memperhatikan citra eksternal dibandingkan kebutuhan mahasiswa. Acara-acara besar sering digelar dengan anggaran yang signifikan, tetapi manfaatnya bagi mahasiswa tidak terasa maksimal.

Prestasi mahasiswa sering diekspos untuk meningkatkan nama baik kampus, tetapi ketika mahasiswa membutuhkan dukungan, respons yang diberikan sering kali tidak memadai. Mahasiswa adalah inti dari kampus, dan mereka seharusnya menjadi prioritas utama.

Harapan untuk Perubahan
Sebagai mahasiswa, saya tidak berharap kampus menjadi sempurna. Saya hanya ingin sistem yang lebih manusiawi—yang mendukung kami untuk belajar, berkembang, dan berkontribusi dengan cara yang adil dan efisien.

Birokrasi yang sederhana, fasilitas yang memadai, transparansi yang jelas, dan perhatian terhadap kesejahteraan mahasiswa bukanlah hal yang mustahil. Saya percaya, jika kampus mulai memperbaiki hal-hal kecil ini, maka perubahan besar akan mengikuti.

Tulisan ini adalah suara keresahan, bukan untuk menyerang, tetapi untuk mengingatkan bahwa kampus adalah tempat kami belajar untuk menjadi lebih baik. Jika sistem yang ada rusak, bagaimana kami bisa tumbuh? Perubahan dimulai dari kesadaran, dan saya berharap, suara kecil ini bisa menjadi bagian dari perubahan yang lebih besar.

Karena pada akhirnya, kampus seharusnya menjadi rumah bagi kami, bukan tempat yang membuat kami merasa tidak dihargai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Proses Demokrasi Kehilangan Konsistensinya

Pemira yang Dibuka Kembali: Ketika Proses Demokrasi Kehilangan Konsistensinya Pemira (Pemilihan Raya) adalah salah satu ajang demokrasi kamp...